Kalau kita ngomongin infrastruktur, pasti bayangannya
langsung ke jalan tol, flyover, kereta api, pelabuhan dan semacamnya. Apalagi
kita sering lihat banyaknya pembangunan yang enggak kelar-kelar di pinggir
jalan raya. Entah itu pembangunan LRT, perbaikan jalan rusak sampai pembuatan
gorong-gorong. Bahkan, infrastruktur ini kadang ngebuat kita merutuki jalanan
yang udah macet, yang akhirnya nambahin macet lagi.
Maunya jalanan ini apa sih??
*tereak pake toa di tengah-tengah kemacetan*
*kemudian dikeplak pak polisi karena mengganggu ketertiban
umum*
Sebenarnya infrastruktur apa yang dibutuhkan di Indonesia?
Kok kalau ngomongin infrastruktur ini enggak pernah ada habisnya ya?
Nah, kalau kita flashback ke 50-an tahun silam, sepertinya
pemerintah Indonesia memang udah punya mimpi yang besar mengenai infrastruktur.
Contohnya adalah proyek Jembatan Selat Sunda yang hingga kini enggak ada
kejelasannya. Proyek yang direncanakan akan menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera
ini bahkan udah diusung sejak zaman Soekarno. Sayangnya, karena dianggap
terlalu berbahaya dan terbentur dana yang diklaim menghabiskan Rp225 triliun, akhirnya proyek ini ditunda.
Ditunda sampai kapan? Mungkin sampai negara api tidak
menyerang.
*oke, yang ini ngaco*
Nah, balik lagi ke topik pembahasan. Enggak jauh beda sama zaman Soekarno, pemerintah sekarang
juga memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Kenapa? Karena memang ini yang jadi
salah satu pemicu pertumbuhan ekonomi kita.
So, sekarang fokus pemerintah benar-benar terpusat ke
pembangunan infrastruktur. Bahkan, tahun ini Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) lagi-lagi mendapat anggaran terbesar yaitu Rp97,1
triliun (setelah dilakukan pemangkasan anggaran).
Di samping itu, kita juga sering dengar namanya pembangunan
tol laut untuk mempercepat logistik, proyek kereta cepat yang sempat membuat
Jepang dan China bersaing, proyek listrik 35 ribu mega watt untuk memenuhi
kebutuhan energi dalam negeri, pokoknya masih banyak megaproyek yang akan
dibangun di Indonesia.
Sayangnya, ada yang terlewat di sini. Infrastruktur ini
seakan hanya dikejar pembangunannya aja, tapi enggak dibarengi dengan
pengawasan dan pemeliharaannya.
Memotret Pembangunan Infrastruktur Indonesia
Jadi teringat 1,5 bulan lalu saat kita dikejutkan dengan
berita jembatan penyeberangan orang (JPO) yang roboh di Pasar Minggu. Kalau dibaca di sini, alasan jembatan ini roboh karena pemasangan papan reklame di JPO yang tak sesuai
dengan aturan.
Herannya, itu papan kan udah lama dipasang, kenapa
ketahuannya baru setelah roboh?
JPO Pasar Minggu Roboh (Foto: Okezone) |
Selain JPO yang roboh, ternyata ada juga yang menarik
perhatian dari JPO ini. Di salah satu media Indonesia menyebutkan kalau JPO
Pondok Indah bahkan tidak beratap. Padahal, desain JPO ini kan maksudnya buat
orang menyeberang dengan nyaman dan enggak kepanasan.
JPO tanpa atap (Foto: Instagram Media Indonesia) |
Berpindah ke sisi yang cukup dekat dengan JPO, yaitu halte.
Berapa banyak sih orang yang mau menunggu bis atau kopaja di halte? Padahal,
halte ini kan fungsinya buat menunggu dengan nyaman, teduh, dan enggak capek.
Tapi nyatanya, halte yang ada cuma buat pajangan karena kondisinya kurang
memadai.
Halte yang kesepian (Foto: Dok. Pribadi) |
orang malah naik kopaja bukan dari halte (Foto: Dok. Pribadi) |
Belum lagi kalau kita menengok di daerah-daerah lain di
Indonesia. Jalanan daerah perbatasan biasanya banyak kerusakan dan
bolong-bolong karena dilewati transportasi yang beragam. Di Medan misalnya,
menurut pemberitaan baru-baru ini, hampir seluruh jalan di sana dalam kondisi yang rusak
parah.
Sebenarnya infrastruktur di Indonesia ini sudah cukup
banyak (sayangnya beberapa tidak terawat). Meskipun dari segi teknologi dan variasi kita memang kalah
dibanding negara tetangga. Tapi paling enggak, infrastruktur ini harusnya
dijaga dan dirawat karena ini sama dengan investasi.
Jangan sampai proyek-proyek infrastruktur yang sedang
berlangsung seakan-akan hanya dipaksakan untuk ada. Tapi enggak dicari tahu
lebih dalam apakah akan benar-benar terealisasi atau apakah dananya tercukupi.
Contoh saja proyek monorel. Proyek ini sudah ada hampir 10
tahun silam. Bahkan, kalau kita lihat di sekitaran jalan HR Rasuna Said,
Jakarta Selatan, tiang-tiang monorel sudah sempat dibangun sebagian. Tapi
nyatanya, proyek ini mandek. Ternyata ada masalah dengan pemegang proyek ini.
Akhirnya, tiang-tiang itu enggak bisa dipakai dan membuat jalanan yang
notabenenya infrastruktur juga jadi nampak kumuh.
Tiang-tiang yang mangkrak (Foto: Dok. Pribadi) |
Kita dan Infrastruktur
Pada dasarnya, pengawasan dan pemeliharaan infrastruktur
memang enggak hanya dilakukan oleh pemerintah saja ataupun pemegang proyek. Soalnya infrastruktur ini
kan untuk kepentingan publik dan digunakan oleh publik. Jadi, masyarakat juga
ikut berperan terhadap pemeliharaan infrastruktur. Kalau sekiranya ngelihat
infrastruktur yang rusak, masyarakat sebaiknya melaporkan kepada dinas terkait
untuk segera ditindak lanjuti. Selain itu, masyarakat juga harus menjaga dengan
cara tidak merusak infrastruktur itu, misalnya corat-coret, sampai membuat
kerusakan yang signifikan lainnya.
Halte Trans Jakarta yang masih terawat (Foto: Dok. Pribadi) |
Kereta Bandara di Kualanamu, keren banget! (Foto: Dok. Pribadi) |
Nah, bagi dinas terkait, laporan dari masyarakat juga
harusnya diterima dan di-follow up dengan baik. Soalnya, menurut laporan dari
partner aku yang bekerja di Ombudsman Republik Indonesia, dia
banyak menerima pengaduan masyarakat terkait permasalahan infrastruktur karena
kurang ditanggapi serius oleh dinas atau lembaga terkait. Bahkan, beberapa
pelapor merasa laporannya dilempar sana-sini dan tidak ada kejelasan. Pelapor
juga butuh kejelasan pak! Sama kayak hubungan.
Ke depannya, pemerintah dan masyarakat harus bisa saling
bersinergi dalam membangun dan memelihara infrastruktur. Tentunya, pemerintah
yang bekerja untuk merealisasikan pembangunan tersebut. Kemudian, masyarakat
ikut bekerja dalam mengawasi dan memelihara infrastruktur ini.
Oh iya, satu lagi yang paling penting. Semoga infrastruktur yang
dalam proses dibangun ini dan nampak spektakuler tidak dipaksakan pembangunannya
kayak Jembatan Selat Sunda dan juga monorel Jakarta.
Luar Biasa.... topik yang diangkat oleh Mbak Raisa kali ini serius sekali.
BalasHapusterkait Infrastruktur memang menjadi rahasia umum bahwa pembangunan yang dilakukan di Indonesia ini Javasentris, yakni pembangunan yang tidak merata dan hanya berpusat pada Pulau jawa. Walaupun saat ini ada perubahan, pembangunan di diluar Pulau Jawa juga mulai digarap.
kemudian dalam pembangunan infrastruktur jalan, hal yang paling dipermasalahkan ialah pembebasan tanah untuk kepentingan umum, dimana ada batasan luasan tanah yang akan dilakukan pembebasan dengan dua metode yakni NJOP atau hasil penilaian Tim apprasial. masalah muncul ketika masyarakat datang dengan alas hak yang mereka punya dan ahli waris yang masih belum kompak.
Saran saya sih, masing masing Instansi baik pusat maupun daerah punya Internal complain handling untuk deteksi dini dalam penanganan laporan masyarakat karena itu amanat undang undang 25 tahun 2009.
Mbak Raisa ini garapan skripsinya yah? mmm udah punya pacar belum?
waww, komentar yang luar biasa.. udah mas, udah.. hahaha
HapusPas ke Medan kamu naik kereta bandara itu toh lo? Jaman kita ke sana bareng kayaknya blm ada yo
BalasHapusiya mbaa.. pas dulu kita belum ada, padahal keretanya keren. mung mahal sih.
HapusYuppp, yang penting sebagai pribadi kita turut menjaga apa yg sudah dibangun minimal dg perbuatan kecil seperti tidak merusak ya segala infrastruktur tsb
BalasHapusbener mbaa.. sama-sama harus menjaga
Hapusada juga proyek2 yang gagal diteruskan karena pergantian wakil rakyatnya. Macam2 sih kegagalannya ya.
BalasHapusiyaah, banyak yang mangkrak gegara itu mba
Hapus